PADA suatu ketika, saya bersilaturrahmi kepada salah satu kiai terhormat di Madura. Sebagaimana biasa, setiap ada kesempatan, saya selalu sowan kepada kiai untuk berbagi pengalaman dan menimba pengetahuan. Sebab, ketika berkunjung pada kiai akan selalu mendapatkan ilmu baru atau ilmu lama yang saya lupa.
Kiai yang saya kunjungi ini tidak ikut campur dalam urusan politik. Beliau tidak ikut partai A atau partai B. Tetapi bukan berarti beliau antipati. Buktinya, setiap pemilu beliau tidak pernah golput. Bahkan, menganjurkan kepada setiap tamu agar tidak golput. Pilihlah sesuai dengan hati nurani.
Bagi kiai ini, partai politik adalah bagian dari perjuangan. Orang-orang yang berjuang lewat parpol harus ahlinya. Tidak semua orang mampu berorganisasi di dalam partai politik. Sehingga, siapapun yang sudah terjun dalam dunia politik harus benar-benar total demi tegaknya demokrasi dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Pada suatu perbincangan dengan saya, beliau membicarakan soal doa yang mudah terkabulkan oleh Allah. Sebab, Allah berjanji dalam Al-Quran bahwa akan mengabulkan doa hamba. Ud’uni astajib lakum. Bahkan, dari saking cintanya Allah kepada hambanya, yang tidak berdoa pun dikabulkan cita-citanya.
”Berdoalah kepada Allah secara logis. Mintalah kepada yang Maha Kuasa secara rasional. Sehingga Allah akan mengabulkan permintaan hambanya,” kata kiai tersebut menjawab keluhan saya.
Jawaban yang cukup singkat itu, tidak langsung membuat saya faham. Sebab, otak saya memang tergolong, kata teman-teman, lola alias loading lama. Sehingga penjelasan dari guru tidak langsung saya fahami. Meski faham pun, ketika tidak logis jawaban tersebut, kadang terus bertanya-tanya.
”Bedoalah sesuai dengan hukum alam. Istilahnya, apa yang memang tidak mungkin terealisasi karena terbengkalai oleh persyaratan, jangan kemudian diminta kepada Tuhan. Memang tidak ada yang tidak mungkin, dan Allah selalu mengabulkan doa hambanya. Namun, tidakkah kemudian kita mau bersyukur terhadap kemampuan yang telah kita miliki,” kata kiai lagi.
Ungkapan kiai tersebut mengingatkan saya pada kisah seorang teman. Teman saya ini, memiliki cita-cita untuk menjadi presiden. Sebab, kata dia, ketika menjadi seorang presiden akan dikagumi oleh semua orang dan bisa mengambil kebijakan sendiri ketika tidak sesuai dengan keinginan masyarakat secara umum.
”Kalau kamu ingin menjadi presiden, maka harus memenuhi sejumlah persyaratan. Salah satunya, harus memiliki ijazah minimal SMA atau sederajat. Bahkan, harus lulus kuliah. Sebab, tidak mungkin akan tercapai cita-citamu jika tidak memenuhi persyaratan tersebut,” kata saya kepada teman saya tadi.
”Bagi Tuhan tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Semua serba mungkin. Bagi Tuhan, untuk menjadikan saya sebagai presiden hal yang sangat sepele. Tuhan Maha Kuasa dan akan mengabulkan doa hambanya,” timpal teman saya.
Betul sekali, tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan. Namun, sangat tidak logis bercita-cita menjadi presiden tetapi jalan menuju tergapainya cita-cita tersebut tidak dilalui, tidak ada perjuangan sama sekali. Bahkan, diminta untuk menyelesaikan SMP saja tidak berhasil. Nah, bagaimana mungkin akan bisa tercapai. Ini mununjukkan bahwa doa yang disampaikan selama ini tidak logis.
Namun, lagi-lagi, kekuasan Allah nampak dan sekali lagi tidak ada yang tidak mungkin. Buktinya, teman saya tetap menjadi presiden, tetapi presiden rumah tangga. Bukan Presiden RI sebagaimana dia cita-citakan. Tuhan mengabulkan doa hambanya sesuai dengan kemampuan dan usaha hamba-Nya.
Itulah barangkali salah satu contoh yang dapat saya sampaikan. Sebenarnya, banyak contoh lain seperti berdoa ingin menjadi anggota TNI, sementara umur sudah lebih setengah abad dan kesehatan berkurang. Begitu juga ingin menjadi politisi, tetapi tidak pernah masuk ke dunia partai politik dan sejumlah contoh lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Intinya, kita sangat tidak pantas selalu neko-neko dalam berdoa kepada Allah. Sangat tidak pantas pula berdoa berbagai macam hal yang tidak masuk akal. Sebab, banyak dan tidak terhitung jumlahnya pemberian Allah kepada kita tetapi kita tidak bisa mensyukuri.
Bukankah nikmat kesehatan adalah anugerah terbesar dari Allah? Ketika badan sehat, manusia bisa berfikir, badan sehat bisa bergerak, bekerja, berusaha dan bisa apapun. Kata Imam al-Ghazali, kenalilah dirimu, maka kau akan mengenali Tuhanmu. (*)
*Penulis adalah Busri, Wakil Sekretaris DPK Sumenep 2021-2026