DPKS Sumenep Turun Gunung, PKBM Tak Lagi Dibiarkan Jalan Sendiri

Anggota DPKS saat bersama dengan Kepala PKBM Almasturiyah

DPKSUMENEP.ID – Tak ingin pendidikan non-formal berjalan di tempat, Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS) akhirnya turun gunung. Mereka membentuk tim monitoring dan evaluasi (monev) untuk menelusuri langsung geliat sejumlah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang tersebar di berbagai kecamatan.

Langkah ini bukan tanpa alasan. Di tengah besarnya peran PKBM dalam mendidik warga belajar—mereka yang kerap luput dari arus pendidikan formal—transparansi dan efektivitas lembaga ini dinilai harus dikawal ketat.

Ketua DPKS, Mulyadi, menegaskan bahwa semua tim telah bergerak sejak awal Agustus. Mereka menyebar ke banyak kecamatan: Pragaan, Bluto, Saronggi, Rubaru, Batang-Batang, hingga Ambunten. “Kami ingin memastikan bahwa kegiatan di PKBM benar-benar berjalan, bukan hanya ada di atas kertas,” ujarnya.

Tak hanya program dan kegiatan yang dicek, alur penyaluran dana BOSP (Bantuan Operasional Satuan Pendidikan) juga tak luput dari pantauan. DPKS ingin memastikan bahwa dana tersebut digunakan sesuai peruntukannya dan menyentuh langsung kebutuhan warga belajar.

Disambut Positif

Langkah DPKS ini ternyata disambut hangat oleh para pelaksana PKBM. Salah satunya datang dari PKBM Al Masturiyah di Kecamatan Rubaru. Kepala PKBM, Mahfudz Riyadi, menilai kehadiran tim monitoring bukan sekadar audit, tetapi juga pembinaan yang membuka ruang dialog.

“Mereka (DPKS) datang bukan untuk mencari-cari kesalahan. Tapi memberi masukan konkret untuk perbaikan. Kami merasa didampingi, bukan diadili,” katanya. Ia menyebut, seluruh pertanyaan yang diajukan tim telah dijawab sesuai kondisi di lapangan.

Ia berharap, pendampingan seperti ini tidak hanya berhenti sampai di sini. “Kami butuh bimbingan berkelanjutan agar PKBM tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang dan memberi pencerahan yang lebih luas bagi warga belajar,” ucapnya.

Pendidikan Alternatif, Jangan Disepelekan

Di tengah sorotan terhadap sektor pendidikan formal, keberadaan PKBM kerap luput dari perhatian. Padahal, lembaga ini menjadi harapan terakhir bagi mereka yang tak sempat merasakan bangku sekolah reguler. Sayangnya, tak sedikit PKBM yang hanya menjadi formalitas—ada nama, tapi tak ada kegiatan.

Karena itu, langkah DPKS ini patut diapresiasi. Tak sekadar menggugurkan kewajiban monitoring tahunan, tapi benar-benar turun ke lapangan, melihat, mendengar, dan memberi masukan. Pendidikan alternatif seperti PKBM membutuhkan kontrol dan pembinaan yang humanis—bukan sekadar angka dan laporan.

Semoga dengan pola pengawasan yang menyentuh langsung ke akar, pendidikan non-formal di Sumenep bisa lebih hidup, jujur, dan berdampak nyata. (ibn)

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments