Monev BOS, Belanja Buku Meningkat, Perpustakaan Sekolah Mati Suri

Anggota DPKS ketika berada di SDN Pasongsongan IV Kabupaten Sumenep

DPKSUMENEP.ID — Di tengah carut-marut pencairan dana BOS yang tak kunjung jelas, akibat administrasi yang tak selesai-selesai, perpustakaan sekolah menjadi ruang belajar yang nyaris dilupakan. Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS) pun turun tangan, melakukan monitoring dan evaluasi ke sejumlah sekolah demi melihat dari dekat kondisi yang memprihatinkan itu.

Dalam kunjungan monitoring dan evaluasi yang dilakukan Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS), kondisi ini tampak nyata di sejumlah sekolah di Kecamatan Pasongsongan. Dua anggota DPKS, Dr. M Ridwan dan Busri, menyusuri ruang perpustakaan yang tertutup debu, dengan tumpukan buku yang jarang—atau bahkan tak pernah—dibuka.

“Perpustakaan ini tidak boleh hanya menjadi ruangan mati,” kata M Ridwan saat meninjau SDN Panaongan I. Menurutnya, ruang perpustakaan seharusnya menjadi bagian dari proses belajar mengajar. Ia menyarankan agar tiap mata pelajaran dijadwalkan secara bergiliran untuk memanfaatkan ruang baca tersebut. “Minimal sekali dalam seminggu, siswa masuk perpustakaan dan belajar di sana.”

Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya. Banyak guru masih beranggapan bahwa kelas adalah satu-satunya ruang belajar yang efektif. Padahal, menurut Ridwan, perpustakaan bisa menjadi tempat yang lebih interaktif dan menyenangkan jika dimanfaatkan secara kreatif. “Ini bukan hanya soal membaca buku. Ini soal membangun kebiasaan belajar yang lebih luas dan fleksibel,” ujarnya.

SDN Panaongan I Kecamatan Pasongsongan

DPKS menilai masih rendahnya pemanfaatan perpustakaan sekolah juga dipengaruhi oleh belum maksimalnya perhatian dari pihak sekolah dan Dinas Pendidikan. Koleksi buku tak diperbarui, ruang tak dirawat, dan tidak ada integrasi dengan kegiatan belajar formal. “Kami mendorong agar sekolah menjadikan perpustakaan sebagai ruang wajib dalam kurikulum mingguan,” kata Busri.

Meski banyak sekolah sudah memiliki bangunan perpustakaan secara fisik, namun fungsinya belum berjalan sebagaimana mestinya. Buku-buku didatangkan, tetapi tidak dibaca. Ruang dilengkapi meja dan kursi, tetapi tidak dihuni. “Ini persoalan mindset. Perpustakaan bukan tempat menyimpan buku, tapi tempat membangun pengetahuan,” ujar Ridwan.

DPKS pun berharap Dinas Pendidikan turun tangan lebih serius. Perlu ada dorongan kebijakan untuk menghidupkan kembali fungsi perpustakaan sebagai jantung intelektual sekolah. “Perpustakaan tidak boleh hanya menjadi simbol. Ia harus menjadi ruang hidup di setiap sekolah.” (ibn)

5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments