DPKSumenep.id – Sejumlah kepala sekolah di di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Diterpa dengan kegelisahan. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap pertama belum juga turun. Anggaran yang semestinya sudah bisa digunakan untuk operasional sekolah itu kini terkatung-katung. Yang datang bukan uang, melainkan deretan keluhan.
Pihak sekolah menuding Dinas Pendidikan (Disdik) lamban memberi rekomendasi pencairan. Sementara Disdik balik menyorot kacaunya laporan pertanggungjawaban dari sekolah.
“Jangan bilang kami tinggal diam,” kata Ardiansyah, Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar Disdik Sumenep. Ia bicara atas nama Agus Dwi Saputra, Kepala Dinas Pendidikan. “Kami tidak hanya beri arahan, tapi juga terjun langsung mendampingi,” ujarnya kepada wartawan.
Ardiansyah menyebut mereka telah menggelar pelatihan dan pendampingan secara masif. Buktinya, Sosialisasi penggunaan Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS) dilakukan sebanyak 26 kali. Pendampingan teknis untuk pembuatan dokumen RKAS digelar 20 kali. Pelatihan ini menyasar semua kecamatan. Tiap sekolah diwakili oleh kepala sekolah dan bendahara, atau minimal operator sekolah.
Kegiatan | Jumlah |
---|---|
Sosialisasi ARKAS | 26 kali |
Pendampingan Pembuatan RKAS | 20 kali |
Sasaran | Kepala Sekolah, Bendahara, Operator |
Lokasi | Seluruh kecamatan di Sumenep |
Isinya tak main-main. Dari penyusunan RKAS hingga pelaporan SPJ BOS yang sering menjadi batu sandungan dalam pencairan dana. “Ini bukan soal seremonial. Kami ingin sekolah benar-benar paham cara menyusun laporan yang akuntabel,” kata Ardiansyah.
Namun, persoalan administrasi bukan sekadar soal tahu atau tidak tahu. Ada budaya yang selama ini terbentuk: laporan yang sekadar asal jadi, dokumen yang disiapkan mepet tenggat. Disdik tampaknya ingin memutus pola lama itu. “Kami ini sedang membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa,” ujar Ardiansyah, dengan nada serius.
Kisruh pencairan dana BOS ini membuka borok lama soal pengelolaan keuangan sekolah. Ketika aturan makin ketat, tetapi kompetensi administratif belum merata, yang terjadi adalah saling tuding. Sekolah merasa dipersulit. Dinas merasa tak didengar. Sementara yang paling dirugikan tetap sama: para siswa, yang mungkin harus menunda kegiatan belajar karena anggaran belum turun.
Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep, Mulyadi mengatakan, dari polemik ini, ada pelajaran penting yang bisa diambil: laporan keuangan bukan sekadar formalitas, tapi fondasi tata kelola pendidikan yang sehat. (ibn)