DP Sumenep Dorong Pemerintah Setarakan Pendidikan Non-Formal dengan Formal

DPKSUMENEP.ID, SUMENEP — Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI, sejumlah organisasi pendidikan non-formal dan informal menyampaikan berbagai aspirasi penting yang terkait dengan masa depan pendidikan di Indonesia.

Acara ini dihadiri oleh Dewan Pimpinan Nasional Aliansi Pejuang Pendidikan Nonformal dan Informal (DPN APPNFI), Dewan Pengurus Pusat Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (FK PKBM) Indonesia, Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional (DPP ASTINA), serta Pengurus Pusat Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (HIMPAUDI).

Dalam rapat tersebut, perwakilan berbagai organisasi ini menyampaikan hasil revitalisasi pendidikan non-formal dan informal, sebagaimana yang dirumuskan dalam Jambore Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal yang digelar di Malang pada 10-13 Januari 2025. Beberapa isu yang mencuat adalah pentingnya meningkatkan kualitas tutor pendidikan kesetaraan, peran strategis tenaga pendidik PAUD non-formal, serta penghapusan perbedaan antara pendidikan formal dan non-formal di mata regulasi dan kebijakan pemerintah.

Menanggapi berbagai masukan tersebut, Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS), Syamsuri, S.H., S.Pd., M.Pd., menyatakan dukungannya terhadap langkah yang diusulkan. Ia mendorong pemerintah pusat untuk segera mengambil kebijakan yang menyetarakan pendidikan non-formal dengan pendidikan formal.

Menurut Syamsuri, pendidikan non-formal memiliki peran yang tak kalah penting dari pendidikan formal dalam membangun kecerdasan bangsa, terutama dalam menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang kurang terlayani oleh sistem pendidikan formal.

“Pendidikan non-formal sering kali menjadi jembatan bagi mereka yang putus sekolah atau tidak memiliki akses ke pendidikan formal. Oleh karena itu, perannya sangat strategis dalam meningkatkan angka partisipasi pendidikan di Indonesia,” ujar Syamsuri.

Ia juga menekankan bahwa ketidaksetaraan antara pendidikan formal dan non-formal saat ini masih menjadi persoalan besar. Tenaga pendidik di sektor non-formal, terutama para tutor, sering kali dipandang sebelah mata dibandingkan dengan guru di lembaga formal, baik dari sisi pengakuan profesionalitas maupun hak-hak kesejahteraan.

“Masih ada dikotomi yang kental antara pendidikan formal dan non-formal. Ini terlihat dari kurangnya pengakuan terhadap kontribusi besar para tutor dalam pendidikan kesetaraan. Padahal, mereka juga memiliki peran yang sangat signifikan dalam membantu masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak,” tambahnya.

Syamsuri menegaskan, upaya untuk menyetarakan pendidikan non-formal dan formal tidak hanya penting dalam konteks regulasi, tetapi juga dalam hal peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri. Pendidikan non-formal, yang sering kali dianggap sebagai alternatif, seharusnya diakui sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Hal ini penting agar terjadi sinergi yang lebih kuat antara kedua sektor tersebut.

Ia mengusulkan agar pemerintah lebih proaktif dalam mengintegrasikan kebijakan yang melibatkan pendidikan non-formal, seperti memberikan pelatihan yang lebih intensif kepada tenaga pendidik non-formal dan memperbaiki sistem pengupahan yang lebih adil. “Pendidikan formal dan non-formal harus berjalan beriringan, saling mendukung, dan tidak boleh ada perbedaan status di antara keduanya. Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus agar tenaga pendidik non-formal bisa mendapatkan kesejahteraan yang setara,” tegas Syamsuri.

Lebih lanjut, Syamsuri berharap bahwa aspirasi yang disampaikan dalam rapat ini tidak hanya akan menjadi sekadar wacana, tetapi benar-benar diwujudkan dalam kebijakan nyata. “Kami berharap, ke depan, tidak ada lagi perbedaan pandangan terhadap pendidikan non-formal. Jika pemerintah pusat dapat memfasilitasi kesetaraan antara pendidikan formal dan non-formal, ini akan menjadi langkah besar dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia secara keseluruhan,” pungkasnya.

Dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk DPR dan pemerintah, Syamsuri optimis bahwa pendidikan non-formal akan mendapatkan pengakuan yang lebih besar, baik dari sisi kebijakan maupun pelaksanaan di lapangan. Sebab, menurutnya, tujuan akhir dari setiap upaya ini adalah satu: menciptakan akses pendidikan yang adil dan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali. (ibn)

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments