DPKSUMENEP.id – Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS) menegaskan komitmennya dalam pembenahan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Sejak tahun 2022, DPKS telah melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap Pengelolaan PKBM di seluruh wilayah Sumenep dan memberikan masukan kepada Kepala Bidang (Kabid) PAUD dan Pendidikan Non Formal terkait pentingnya pembenahan sistem pengelolaan PKBM.
Kini, kembali dibahas dengan inten. Dalam pertemuan yang cukup hangat bersama jajaran DPD KNPI Sumenep, Kamis (24/7), DPKS menegaskan bahwa pembenahan PKBM bukan wacana baru—tapi sudah jadi agenda serius sejak 2022.
Tak main-main, DPKS mengaku sudah melakukan monitoring dan evaluasi (monev) menyeluruh ke PKBM di pelosok daratan hingga kepulauan. Hasilnya? Banyak temuan yang bikin geleng-geleng kepala. Mulai dari PKBM yang belum kantongi izin operasional, jadwal kegiatan yang tak jelas arah, hingga data buta aksara yang dinilai “ngawur”.
“Kami temukan banyak PKBM yang lebih layak disebut ‘papan nama’ daripada lembaga pendidikan,” sindir Juru Bicara DPKS, Ahmad Junaidi. Menurutnya, langkah pembenahan harus dilakukan secara total—termasuk dengan melakukan verifikasi faktual (verfak) dan pengetatan perizinan.
Hasil monev terbaru di 2025 justru menguatkan temuan sebelumnya. Jumlah PKBM di wilayah kepulauan, misalnya, menyusut drastis: dari enam lembaga tinggal dua yang lolos verifikasi.
“Jangan dilihat dari jumlahnya yang menurun. Justru ini bukti bahwa kita sedang bersih-bersih. Yang tak layak, ya harus dicoret,” tegas Junaidi, alumnus Fakultas Hukum UNISMA itu.
Lebih lanjut, DPKS juga menyentil masalah akut lainnya: data ganda alias residu dalam sistem Dapodik. “Ini persoalan klasik yang belum selesai juga. Kami sudah rekomendasikan ke Dinas Pendidikan agar segera bertindak. Validitas data harus jadi prioritas,” ujarnya.
DPKS memastikan pihaknya tidak akan melepas tanggung jawab. Koordinasi lintas sektor, termasuk dengan Dinas Pendidikan, akan terus diperkuat agar PKBM benar-benar menjadi lembaga yang mampu memberi manfaat konkret bagi warga Sumenep, bukan sekadar pelengkap administrasi.
“Kami tak ingin pendidikan non formal jadi tempat persembunyian praktik-praktik manipulatif. Sudah saatnya PKBM kita bersih dan berkualitas,” tutup Junaidi lantang. (ibn)