DPKSumenep.id – Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan pelaksanaan kampanye di lembaga pendidikan. Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 65/PUU-XXI/2023 itu, menuai kritik dari berbagai kalangan.
Salah satunya, kritikan dating dari anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS) Bidang Kajian Dr. Salamet dengan tegas mengaku sangat tidak setuju dengan putusan tersebut. Seharusnya, lembaga pendidikan disterilkan dari berbagai kepentingan politik praktis.
”Kalau untuk edukasi politik, boleh. Tapi kalau kampanye, itu sudah beda kepentingan,” ungkapnya.
Mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu, menentang keras putusan yang dikeluarkan MK. Menurutnya, tanggung jawab peserta didik, tidak lain hanya belajar. Sehingga, dianggap tidak pantas jika menerima kampanye politik di lembaga pendidikan atau bahkan di dalam kelas.
”Kampanye politik merupakan kepentingan kelompok. Jadi, sangat minim nilai edukasinya terhadap peserta didik,” imbuhnya, sebagaimana dilansir dari Harian Pagi Radar Madura.
Dr Salamet menambahkan, dengan dibukanya ruang lebar untuk melaksanakan kampanye politik di tempat pendidikan, berpotensi terjadi penyelewengan. Salah satunya, seperti transaksional uang politik.
Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan. Sebab, dapat mengakibatkan keberlangsungan pendidikan menjadi tidak sehat. Bahkan, dapat mencederai nilai pendidikan itu sendiri.
Sebelumnya, ada tiga poin yang dilarang digunakan sebagai tempat kampanye. Yakni, fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Larangan itu diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.
Sementara putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 memperbolehkan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah digunakan kampanye. Asalkan, mendapat izin dari penanggung jawab tempat serta hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Komisioner KPU Sumenep Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia (Sosdiklih Parmas SDM) Rafiqi Tanzil mengaku masih menunggu petunjuk lebih lanjut dari KPU RI. Sebab, belum ada keputusan jelas mengenai kebijakan lebih lanjut pasca adanya putusan MK itu.
”Informasinya, ada rencana revisi PKPU supaya tidak bertentangan dengan putusan MK. Tapi, kami masih menunggu kebijakannya seperti apa,” pungkasnya. (RM/Ibn)