DPKSumenep.id, 30 Desember 2024 – Suasana hangat penuh diskusi mengisi ruang pertemuan di kantor Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS) yang terletak di bekas Hotel Utami, saat perwakilan guru P3K Kepulauan Sumenep melakukan silaturahmi dengan DPKS. Pertemuan ini bertujuan untuk menyampaikan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para guru P3K angkatan 2019, terutama terkait dengan penempatan, status kepegawaian, serta masalah administrasi pendidikan yang masih belum menemukan titik terang.
Koordinator Guru P3K Kepulauan Sumenep, Adi Marsuanto, dalam kesempatan tersebut menyampaikan kritik keras terkait kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak sejalan dengan semangat awal pembentukan P3K. “Dari awal semangatnya adalah tidak ada dikotomi antara P3K dan PNS. Namun kenyataannya, guru P3K masih dipandang sebelah mata, baik dalam hal kesejahteraan maupun hak-hak lain yang dimiliki oleh PNS,” kata Adi.
Salah satu masalah utama yang diungkapkan Adi adalah adanya ketidakadilan dalam hal hak pensiun. Sebagai informasi, guru P3K tidak mendapatkan hak pensiun seperti halnya PNS. “Padahal, pada awal pembentukan P3K, salah satu janji pemerintah adalah tidak ada dikotomi antara PNS dan P3K. Namun kenyataannya, hak pensiun yang seharusnya menjadi hak semua tenaga pengajar, malah tidak diberikan kepada P3K,” ujarnya. Hal ini tentu menjadi keprihatinan besar, mengingat masa depan para guru yang tidak mendapat jaminan pensiun akan sangat berpengaruh pada motivasi dan loyalitas mereka dalam menjalankan tugas.
Lebih lanjut, Adi juga menyoroti masalah penempatan yang dinilai sangat tidak proporsional dan tidak adil. Guru P3K yang berasal dari pulau-pulau terpencil seperti Pulau Masalembu misalnya, ditempatkan di wilayah yang sangat jauh dari domisili mereka, seperti di daerah Pinggir Papas, Sumenep daratan. “Ada banyak guru P3K yang terpaksa tinggal jauh dari keluarga dan rumah mereka, bahkan harus menempuh perjalanan berjam-jam untuk sampai ke tempat tugas. Ini jelas bukan masalah sepele, karena penempatan yang tidak proporsional ini sangat mengganggu kinerja dan kesejahteraan guru,” ungkap Adi.
Masalah lainnya yang juga mendapat sorotan adalah ketidakjelasan mengenai Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk mata pelajaran Agama. Menurut Adi, terjadi kebingungan terkait alur dan pengelolaan PPG tersebut. Dinas Pendidikan Sumenep mengarahkan PPG untuk Mapel Agama ke Kementerian Agama (Kemenag), sementara Kemenag justru menyatakan sebaliknya. “Kami mendapat informasi yang saling bertentangan, Dinas Pendidikan mengatakan PPG Mapel Agama harus ke Kemenag, sementara Kemenag malah mengatakan sebaliknya. Kebingungan ini menciptakan ketidakpastian dan menghambat proses pendidikan para guru,” kata Adi, yang sangat berharap adanya kejelasan mengenai hal ini.
Merespons masukan-masukan kritis tersebut, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep, Mulyadi, mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera melakukan kajian mendalam terkait permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru P3K. “Kami sangat mengapresiasi masukan-masukan yang disampaikan oleh perwakilan guru P3K, dan kami berkomitmen untuk menindaklanjuti masalah ini. Tim Kajian DPKS akan segera melakukan kajian dan menganalisis setiap isu yang ada,” ujar Mulyadi. Hasil kajian tersebut, kata Mulyadi, nantinya akan disampaikan kepada Dinas Pendidikan Sumenep dan juga kepada Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, untuk mendapat perhatian lebih lanjut.
Mulyadi juga menekankan bahwa meski tantangan yang dihadapi cukup besar, Dewan Pendidikan selalu berusaha menjadi jembatan antara pemerintah, pihak terkait, dan para tenaga pendidik di lapangan. Ia berharap, dengan komunikasi yang lebih terbuka antara semua pihak, solusi yang lebih baik dan adil dapat segera ditemukan. “Kami tidak bisa tinggal diam. Kami berkomitmen untuk terus mengawal aspirasi guru P3K, karena mereka adalah ujung tombak dalam pendidikan di daerah kepulauan yang selama ini terkesan terpinggirkan,” tegasnya.
Namun, dalam kenyataan yang ada, tantangan yang dihadapi oleh para guru P3K memang jauh dari selesai. Meskipun ada upaya untuk mengatasi masalah tersebut, namun masih ada ketimpangan yang mendalam, baik dalam hal penempatan maupun pemenuhan hak-hak mereka sebagai tenaga pendidik. Apalagi, dengan berbagai persoalan administratif yang masih belum selesai, terutama terkait dengan PPG Mapel Agama, para guru P3K merasa bahwa suara mereka sering kali tidak didengar.
Bagi para guru P3K di Kepulauan Sumenep, masa depan mereka sebagai pendidik masih penuh ketidakpastian. Pemerintah daerah perlu segera mengambil langkah nyata agar kebijakan yang dikeluarkan tidak hanya sekadar sebagai janji politik, tetapi juga diterjemahkan dalam tindakan yang benar-benar mendukung kesejahteraan dan keberlangsungan karier guru P3K. Sebab, nasib pendidikan di daerah-daerah terpencil sangat bergantung pada kesejahteraan dan motivasi guru-guru yang mengajar di sana. (ibn)